Memahami Seluk Beluk Hukum Waris di Indonesia

Memahami Seluk Beluk Hukum Waris di Indonesia

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Definisi hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.

Sebagai akibat dari keadaan masyarakat, hukum waris yang berlaku di Indonesia dewasa ini masih tergantung pada hukumnya si pewaris. Oleh karena itu, apabila yang meninggal dunia atau pewaris termasuk golongan yang masih berpegang teguh kepada perihal adat, maka akan menyelesaikan hukum waris sesuai dengat aturan adatnya. Sedangkan apabila pewaris termasuk golongan penduduk Eropa atau Timur Asing Cina, atau penduduk yang berpengang teguh dengan hukum barat, maka bagi mereka berlaku hukum waris barat. Di lain pihak, bagi penduduk Indonesia yang berpegang teguh kepada kaidah-kaidah agama Islam sesuai dengan yang tertera dalam Al-quran, maka bagi mereka berlaku sistem hukum waris yang tertera dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam).

Wujud warisan atau harta peninggalan menurut Hukum Islam sangat berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris Barat. Warisan atau harta peninggalan menurut Hukum Islam yaitu  “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih”. Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, “setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris.

Jadi harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa keuntungan, melainkan juga termasuk hutang-hutang si pewaris, sehingga “kewajiban membayar hutang pada hakikatnya beralih juga kepada ahli waris”. Demikian pula pada hukum adat, pembagian harta warisan tidak selalu ditangguhkan sampai semua hutang si peninggal warisan dibayar. Artinya, harta warisan yang dapat beralih kepada para ahli waris tidak selalu dalam keadaan bersih setelah dikurangi hutang-hutang pewaris, melainkan dapat saja ahli waris menerima harta warisan yang di dalamnya tercakup kewajiban membayar hutang-hutang pewaris.

Menurut undang-undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

  1. Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang
  2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut undang-undang. Cara yang kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair” atau wasiatUndang-undang telah menentukan dan menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris atau mereka yang memiliki hak mewarisi, yaitu:

  • Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan merekan beserta suami atau isteri yang di tinggalkan/atau yang hidup paling lama. Suami atau istri yang ditinggalkan/atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/istri tidak saling mewarisi.
  • Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa mereka tidak akan kurang dari (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walupun mereka mewarisi bersama-sama saudara pewaris.
  • Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris.
  • Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Adapun menurut hukum Islam, ahli waris atau mereka yang memiliki hak mewarisi adalah seseorang atau beberapa orang yang berhak mendapat bagian dari harta peninggalan. Secara garis besar terdapat tiga golongan yang telah di tentukan dalam Hukum Islam, yaitu:

  • Ahli waris menurut Al-Quran atau yang sudah ditentukan di dalam Al-Quran disebut dzul faraaidh
  • Ahli waris yang ditarik dari garis ayah, disebut ashabah
  • Ahli waris yang ditarik dari garis ibu, disebut arhaam

Demikian pembahasan kita mengenai seluk beluk hukum waris di Indonesia, untuk selanjutnya kita akan membahas lebih jauh bagaimana mekanisme sistem waris ini diterapkan. Hubungi kami lebih lanjut untuk berkonsultasi terkait permasalahan waris yang Anda alami saat ini.

faq

MENU

KONTAK KAMI

Managed by Ahad Digital

Copyright © 2021 Bikin PT